Minggu, 08 Januari 2012

TASAWUF MAQAMAT TAWAKAL


KELOMPOK VII
MAKALAH
TASAWUF MAQAMAT TAWAKAL
INISNUTugas Ini Ditujukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tasawuf Oleh Dosen Pengampu Drs. H. Ahmad Bahrowi M. Ag.









Disusun Oleh :
1.     Fitria fatmawati                (210051)
2.     Ida nur fitri                       (210058)
3.     Irahatul Munafisah           (210063 )
4.     Modang manis setyawati  (210090)
5.     M. Syaiful habib               (210091)
6.     Siti Sofiya                          (210202)
 

INSTITUT ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (INISNU)JEPARA
FAKULTAS TARBIYAH SEMESTER 3B
2010/2011
Jln.Taman Siswa No9 Pekeng Tahunan Jepara
Kode Pos 59427,Telp./Fax (0291)593132

BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar belakang masalah.
Tawakkal adalah kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah Ta’ala untuk mendapatkan kemaslahatan serta mencegah bahaya, baik menyangkut urusan dunia maupun akhirat. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan jadikan baginya jalan keluar dan memberi rizqi dari arah yang tiada ia sangka-sangka, dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, maka Dia itu cukup baginya.” (Ath Tholaq: 2-3).
Banyak dalil dalam Al-Quran dan hadis yang menjelaskan pentingnya ikhtiar, usaha dan bekerja. Dalam berikhtiar itulah proses usaha dan redha menerima “buah” daripada pekerjaan itu, banyak ataupun sedikit. Suatu contoh digambarkan dalam suatu hadis:
“Telah datang kepada Rasulullah SAW seorang lelaki yang hendak meninggalkan unta yang dikendarainya terlepas begitu saja di pintu masjid, tanpa ditambatkan terlebih dulu. Dia bertanya: ‘Ya Rasulullah! Apakah unta itu saya tambatkan lebih dahulu kemudian saya tawakkal, atau saya lepaskan saja dan sesudah itu saya tawakkal? Rasulullah SAW menjawab: ‘Tambatkan lebih dahulu dan kemudian bertawakkallah engkau!” (Riwayat Tirmidzi)
B.     Rumusan Masalah.
1.      Apa pengertian dari tawakal?
2.      Ada berapa macam dari tawakal?
3.      Bagaimana tingkatan dalam tawakal?
4.      Apa keutamaan dari tawakal?
5.      Apa manfaat dari tawakal?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hakikat Tawakal.
Dari segi bahasa tawakkal berasal dari “tawakala” yang memeliki arti menyerahkan, mempercayakan dan mewakilkan (munawir 1984-1987),. (Munawir, 1984 : 1687). Seseorang yang bertawakal adalah seseorang yang menyerahkan, mempercayakan dan mewakilkan segala urusannya hanya kepada Allah SWT.
Tawakal ialah membebaskan hati dari ketergantungan kepada selain Allah SWT, dan menyerahkan segala keputusan hanya kepada-Nya .
http://www.dudung.net/images/quran/11/11_123.png




Artinya: Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan. ( QS. Hud/ 11:123).[1]
Sedangkan dari segi istilahnya, tawakal didefinisikan oleh beberapa ulama salaf, yang sesungguhnya memiliki muara yang sama. Diantara definisi mereka adalah:
1.      Sari al-saqati, Tawakkal adalah:
Tawakkal adalah pelepasan daripada kekuasaan dan kekuatan, tidak ada kekuasaan dan kekuatan apapun melainkan daripada Allah semesta alam.
2.      Menurut Imam Ghazali bahwa ia telah menerangkan tentang hakikat tawakal adalah: merupakan suatu keadaan jiwa yang telah lahir dari tauhid juga lahir pengaruh tauhid ini dalam perbuataanya.
3.      Ibnu Qoyim al-Jauzi
“Tawakal merupakan amalan dan ubudiyah (baca; penghambaan) hati dengan menyandarkan segala sesuatu hanya kepada Allah, berlindung hanya kepada-Nya dan ridha atas sesuatu yang menimpa dirinya, berdasarkan keyakinan bahwa Allah akan memberikannya segala ‘kecukupan’ bagi dirinya

B.     Macam-macam Tawakal
Tawakal kepada Allah ada dua macam, yakni sebagai berikut:
1.      Tawakal dalam mencari kebutuhan dan keberuntungan duniawi, serta dalam menolak kemudharatan dan kesulitan.
2.      Tawakal dalam meraih apa yang dicintai oleh Allah berupa iman, keyakinan, jihad, dan dakwah.
Diantara kedua macam tawakkal tersebut, terdapat karunia yang tiada terhitung. Jika seorang hamba bertawakal dalam meraih poin ke-2 ( keimanan dan keyakinan, jihad, dan dakwah) dengan sebaik-baik tawakal maka Allah Azza wa jalla akan menjaminnya terhadap poin pertama ( kebutuhan dunianya) dengan jaminan yang sempurna dan utuh. Jika seorang hamba bertawakal dalam meraih keberuntungan duniawi atau dalam menolak kesulitan dan bencana, ia pun akan dijamin oleh Allah ( dengan mendapatkan apa yang diinginkannya itu), tapi ia tidak memperoleh poin yang kedua. ( keyakinan, iman, dan jihad). Yang dicintai Allah.
Jadi, tawakal yang paling baik ialah tawakal dalam meraih atau mempertahankan hidayah dan tauhid dalam mengikuti RasulluAllah serta berjihad memerangi kebatilan.
C.    Tawakkal terdiri dari tiga tingkatan yaitu:
1.      Tingkat Bidayah ( pemula) :tawakkal dalam tingkat hati yang selalu merasa tentram terhadap apa yang sudah  dijanjikan Allah.
2.      Tingkat Mutawassittah ( pertengahan) : tawakla pada tingkat hati yang merasa cukup menyerahkan segala urusan kepada Allah karena yakin bahwa Allah mengetahui keadaan dirinya.
3.      Tingkat nihayah ( terakhir) : pada tingkat ini terjadi penyerahan diri seorang pada rida atau merasa lapang menerima segala ketentuan Allah.[2]
D.    Tawakal Bukan Pasrah
Banyak orang yang menyangka bahwa tawakal itu adalah pasrah secara keseluruhan, maka ini adalah anggapan yang tidak benar. Akan tetapi seorang mukmin jika beribadah kepada Allah mereka bertawakal, tetapi tidak seperti yang dipahami oleh orang-orang yang bodoh yakni tawakal adalah sekedar ucapan di bibir tanpa dipahami akal, membuang sebab-sebab, tidak mau kerja, merasa puas dengan kehinaan dibawah bendera tawakal kepada Allah ta’ala, dan ridlho dengan takdiryang terjadi padanya. Bahkan seorang mukmin memahami bahwa tawakal itu merupakan bagian dari imannya dan aqidah ialah ta’at kepada Allah dengan menghadirkan semua sebab yang diperlukan dalam semua perbuatan yang hendak ia kerjakan. Ia tidak berambisi kepada buah tanpa memberikan sebab sebabnya. Perhatikan dalil-dalil berikut
Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.(Qs.Thalaq:3)[3]
Dalam ayat ini Allah berjanji akan memberikan kecukupan kepada orang-orang yang bertawakal termasuk rizki. Apakah artinya seseorang tidak berupaya dan tidak kerja lantas tiba-tiba memperoleh rizki dari langit ? Apakah ada orang yang berkeinginan memiliki anak tetapi tidak pernah mengumpuli istrinya diberi anak ? Tentu tidak demikian.
Orang yang ingin terpenuhi kebutuhannya harus bekerja, sama halnya orang yang ingin punya anak harus beristri dan mengumpuli istrinya. Jadi Allah memberi rizki kepada seseorang dengan upaya usaha yang telah diupayakannya.
Rosulullah SAW juga bersabda yang artinya :
Dari umar bin khathab, rasulullah bersabda, “Andaikan kalian tawakal kepada Allah dengan sebenarnya niscaya Allah akan memberi rizki kepada kalian seperti memberi rizki kepada burung. Mereka pergi pagi dengan perut kosong dan pulang sore dengan perut kenyang”. (Shahih, Tirmidzi 2344 dan berkata,hadist hasan shahih, Ibnu Majah 4164, Ahmad, dishahihkan al Akbani)
Tawakal burung adalah dengan pergi mencari makan pada pagi harinya dan kembali pada sore harinya, maka Allah menjamin dengan memberikan makanan kepada mereka. Burung-burung itu tidak tidur saja disarang sambil menunggu makanan untuk dirinya dan anak-anaknya. Begitu pula seharusnya manusia, apalagi dia diberi kelebihan yang sangat banyak disbanding seekor burung.

E.     Keutamaan Bertawakkal.[4]
1.      Tawakkal merupakan pondasi tegaknya iman dan terwujudnya amal shaleh
Ibnul Qoyyim menyatakan, “Tawakkal merupakan pondasi tegaknya iman, ihsan dan terwujudnya seluruh amal shaleh. Kedudukan tawakkal terhadap amal seseorang itu sebagaimana kedudukan rangka tubuh bagi kepala. Maka sebagaimana kepala itu tidak bisa tegak kecuali jika ada rangka tubuh, demikian pula iman dan tiang-tiang iman serta amal shaleh tidak bisa tegak kecuali di atas pondasi tawakkal.” (Dinukil dari Fathul Majid 341)
2.       Tawakkal merupakan bukti iman seseorang
Allah berfirman, yang artinya: “Bertawakkal-lah kalian hanya kepada Allah jika kalian orang-orang yang beriman.” (QS. Al Maidah: 23). Ayat ini menunjukkan bahwa tawakkal hanya kepada Allah merupakan bagian dari iman dan bahkan syarat terwujudnya iman.
3.      Tawakkal merupakan amal para Nabi ‘alahimus shalatu was salam
Hal ini sebagaimana keterangan Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma ketika menjelaskan satu kalimat: “hasbunallaah wa ni’mal wakiil” yang artinya, “Cukuplah Allah (menjadi penolong kami) dan Dia sebaik-baik Dzat tempat bergantungnya tawakkal.” Beliau mengatakan, “Sesungguhnya kalimat ini diucapkan oleh Nabi Ibrahim ‘alahis shalatu was salam ketika beliau dilempar ke api. Dan juga yang diucapkan Nabi Muhammad ‘alahis shalatu was salam ketika ada orang yang mengabarkan bahwa beberapa suku kafir jazirah arab telah bersatu untuk menyerang kalian (kaum muslimin)…” (HR. Al Bukhari & An Nasa’i).
4.       Orang yang bertawakkal kepada Allah akan dijamin kebutuhannya
Allah berfirman, yang artinya, “Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (kebutuhannya).” (QS. At Thalaq: 3)


F.                 http://www.dudung.net/images/quran/65/65_3.pngManfaat Tawakal kepada Allah SWT[5]

1. Dicukupkan Rizkinya dan merasakan ketenangan.



 "      

Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. "  (At Thalaq :3).[6]

2. Dikuatkan dan dijauhkan dari Syetan. "Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya"(An Nahl:99)

3. Bertawakal kepada Allah bukan berarti meninggalkan usaha untuk mencari rizki dan tidak berobat. Nabi Allah, Muhammad SAW sendiri merupakan orang yang paling takut dan paling bertawakal kepada Allah, akan tetapi beliau sendiri berusaha untuk mencari rizki dengan cara berdagang. Dalam haditsnya seorang laki-laki datang kepada Rasulullah lalu ia berkata: "Wahai Rasulullah, saya ikat (hewan tunggangan saya) lalu bertawakal atau saya lepas lalu bertawakal?" Beliau menjawab: "Ikatlah lalu bertawakal"



BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan.
Tawakal yang merupakan perintah Allah dan sunnah Rasulullah SAW, jika dilakukan dengan baik dan benar, insya Allah tidak akan menjadikan seorang hamba menjadi hina dan tidak memiliki apa-apa. Karena tawakal tidak identik dengan kepasrahan yang tidak beralasan. Namun tawakal harus terlebih dahulu didahului dengan adanya usaha yang maksiman. Hilangnya usaha, berarti hilanglah hakekat dari tawakal itu.
Oleh kerananya, marilah kita meningkatkan rasa tawakal kita kepada Allah, dengan memperbanyak unsur-unsur yang merupakan derajat dalam ketawkalan ke dalam diri kita. Sehingga kitapun dapat masuk ke dalam surga Allah tanpa adanya hisab, sebagaimana yang dikisahkan dalam hadits di atas. Amin.
Bertawakal kepada Allah bukan berarti meninggalkan usaha untuk mencari rizki dan tidak berobat. Nabi Allah, Muhammad SAW sendiri merupakan orang yang paling takut dan paling bertawakal kepada Allah, akan tetapi beliau sendiri berusaha untuk mencari rizki dengan cara berdagang. Dalam haditsnya seorang laki-laki datang kepada Rasulullah lalu ia berkata: "Wahai Rasulullah, saya ikat (hewan tunggangan saya) lalu bertawakal atau saya lepas lalu bertawakal?" Beliau menjawab: "Ikatlah lalu bertawakal"
Jadi kita tahu sebelum bertawakal kita harus berusaha (ikhtiar), malah salah satu ciri orang bertawakal adalah ikhtiar dan istikharah.






DAFTAR PUSTAKA
Ibnu atho’ilah As-sukandani.2005. samudera Ma’rifat. Surabaya: bintang usaha jaya.
Prof. dr. H.M. Amin syukur M.A,2006, Tasawuf bagi orang awam, Yogyakarta: LPK-2 Suara merdeka.
Supiana, karman. 2004. Materi pendidikan islam .Bandung : PT Remaja rosdakarya.
http://www.dudung.net/quran-online/indonesia/65


[1] Prof. dr. H.M. Amin syukur M.A,2006, Tasawuf bagi orang awam, Yogyakarta: LPK-2 Suara merdeka. Hal : 97.
[2] Supiana, karman. 2004. Materi pendidikan islam .Bandung : PT Remaja rosdakarya hal 228.
[3] Ibnu atho’ilah As-sukandani.2005. samudera Ma’rifat. Surabaya: bintang usaha jaya. Hal 65-68
[4] Prof. dr. H.M. Amin syukur M.A,2006, Tasawuf bagi orang awam, Yogyakarta: LPK-2 Suara merdeka. Hal 98-100
[5] Supiana, karman. 2004. Materi pendidikan islam .Bandung : PT Remaja rosdakarya. Hal 78-80.
[6] http://www.dudung.net/quran-online/indonesia/65

Tidak ada komentar:

Posting Komentar